Jumat, 21 Mei 2010

askep anak dengan kejang demam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dari 193 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dari 236 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki karakteristik tersendiri sesuai tahapan usia anak. Kejang demam pada anak diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Kejang demam yang biasa dialami anak ialah usia 6 bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia lebih dari 6 tahun lebih dikategorikan sebagi kejang tanpa demam ( epilepsi ).

Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan gangguan sistem saraf yaitu kejang demam

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :

1. definisi penyakit kejang demam pada anak.

2. etiologi penyakit kejang demam pada anak.

3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000)

Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)

Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).

B. Etiologi

Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolik

3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter

6. Idiopatik.

(Arif Mansjoer. 2000)

C. Patofisiologi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivyWyq4EXNI_Xa-PkIUwhW8ENuN8BDPGDezU72RQtz1_Z0urfsFTJQuzHxvA1QyaOcHvL5jrIJiEajRip6YA_lcbBLWOPR7e13ogtjnJ30TYaSbv8M2JFSATCv9w8Nt-OFl0j6xoFwFt8/s320/patofiskejang.bmp

D. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :

Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang demma sederhana adalah

a. kejang umum

b. waktunya singkat

c. umur serangan kurang dari 6 tahun

d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun

e. EEG normal

Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama

e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

(Taslim. 1989)

E. Manifestasi Klinis

Gejala berupa :

1) Suhu anak tinggi.

2) Anak pucat / diam saja

3) Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.

4) Umumnya kejang demam berlangsung singkat.

5) Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

6) Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )

7) Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit

8) Seringkali kejang berhenti sendiri.

(Arif Mansjoer. 2000)

F. WOC

G. Komplikasi

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :

1) Kerusakan sel otak

2) Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral

3) Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)

H. Pemeriksaan Laboratorium

1) EEG

Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2) CT SCAN

Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.

3) Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4. Laboratorium

Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.

(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)

I. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1) Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2) Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.

3) Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :

  1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
  2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap.
  3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
  4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.

Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

( Arif Mansyoer,2000)


BAB III

ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian

Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :

a) Aktifitas / Istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan umum, Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain

Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot, Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b) Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis

Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.

Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.

Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d) Makanan dan cairan

Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktifitas kejang.

e) Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat

trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f) Nyeri / kenyaman

Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.

Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati. Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g) Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.

Fase posiktal : apnea.

B. Diagnosa Keperawatan

1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

2) Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

3) Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

4) Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

5) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

C. Intervensi

Rencana Keperawatan

No

Dx Keperawatan

Tujuan/Kriteria

Intervensi

Rasional

1.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- TTV stabil

- Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin dekuat.

-Turgor kulit baik

- membrane mukosa mulut lembab

˜ Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.

˜ Berikan makanan dan cairan

˜ Berikan support verbal dalam pemberian cairan

˜ Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.

˜ Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

˜ menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh

˜ memnuhi kebutuhan makan dan minum

˜ meningkatkan konsumsi cairan klien

˜ menurunkan dan menghentikan muntah klien

˜ Untuk mengetahui status cairan klien.

2.

Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil :

-sekresi mukus berkurang

- tak kejang

- gigi tak menggigit

˜ Ukur Tanda-tanda vital klien.

˜ Lakukan penghisapan lendir

˜ Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar

˜ Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen

˜ untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.

˜ menurunkan resiko aspirasi

˜ mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas

˜ untuk memfasilitasi usaha bernafas

3.

Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi

˜ Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

˜ Hitung Intak & Output setiap pergantian shift Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

˜ Anjurkan pemasukan/minum sesuai program.

˜ Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K.

˜ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan cairan.

˜ Untuk mengetahui keseimbangan cairan klien.

˜ membantu mencagah kekurangan cairan.

˜ mencerminkan tingkat / derajat dehidrasi.

4.

Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

Tujuan : Agar tidak terjadi kejang berulang

˜ Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

˜ Observasi tanda-tanda kejang.

˜ Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.

˜ peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang.

˜ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.

˜ menanggulangi kejang berulang.

5.

Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Peningkatan status nutrisi

˜ Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.

˜ Bantu klien makan

˜ selingi makan dengan minum

˜ Monitor hasil lab seperti HB, Ht

˜ Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

˜ cara khusus meningkatkan napsu makan.

˜ membantu klien makan.

˜ memudahkan makanan untuk masuk.

˜ Monitor status nutrisi klien

˜ Mengurangi regurtasi.

Sumber : Doenges, Marilynn E, (1999),


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

Beberapa jenis bibir sumbing :

a) Unilateral Incomplete

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b) Unilateral complete

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c) Bilateral complete

Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

B. Saran

Dengan membaca makalah tentang askep anak dengan kejang demam ini, semoga pembaca dapat bermanfaat bagi pembaca dan pembaca bisa memahami dan mengerti bagaimana melakukan tindakan keperawatan yang tepat bagi anak penderita kejang demam tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta

http//www.google.com//Asuhan Keperawatan Labiopalatoscizis// By : Jasmine//29 September 2009

http//www.google.com//Definisi Labiopalatoscizis//By Maslim//29 September 2009

Betz, Cecily,. 2002. Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta : Salemba Medika

Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

khaidirmuhaj (http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-demam.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar